Kebaya adalah pakaian bagian atas yang memiliki karakteristik terbuka di bagian depan dan dibuat secara tradisional dari kain ringan seperti brokat, katun, kasa, renda, atau voile, dan terkadang dihiasi dengan sulaman. Bagian depan diamankan dengan kancing, pin, atau bros. Sedangkan pakaian bagian bawah untuk pakaian ini biasanya dikenal sebagai Sarung, Kemben atau sepotong kain panjang yang dililitkan di pinggang dan dapat berupa batik, ikat, songket atau tenun.
Kebaya, sanggul, jarik, dan blangkon merupakan beberapa instrumen dalam pakaian adat Jawa. Tentu empat instrumen tersebut tidak berada pada satu kesatuan utuh pakaian tertentu. Adapun yang jadi pembedanya adalah penggunaannya pada laki-laki dan perempuan. Untuk kebaya dan sanggul jelas hanya kaum perempuan yang mengenakannya, sedangkan blangkon hanya dikenakan oleh kaum laki-laki. Adapun untuk jarik merupakan instrumen pakaian adat Jawa berupa kain batik yang bisa dikenakan oleh kaum perempuan maupun laki-laki. (sumber: mamikos.com)
Kebaya secara resmi diakui sebagai pakaian nasional dan juga ikon busana Indonesia meskipun penggunaan kebaya hanya dipakai oleh Jawa, Sunda dan orang Bali secara berkala. Di Malaysia, Singapura dan Brunei, kenaya diakui sebagai salah satu pakaian etis terutama di kalangan komunitas etis Melayu dan Peranakan dan kebaya biasanya dikenal di wilayah ini sebagai "sarung kebaya" yang berasal dari penamaan komponen lengkapnya. Sementara, gaya sarung kebaya bervariasi antara satu tempat dengan tempat lainnya di dalam cakupan wilayah tersebut.
Kebaya telah menjadi ikon mode Asia Tenggara, dengan banyak maskapai penerbangan berbendera Asia Tenggara termasuk Singapur Airlines, Malaysia Airlines, Royal Brunei airlines dan Garuda Indonesia telah mengadopsi pakaian tradisional ini sebagai seragam untuk pramugari perempuan maskapai tersebut. Istilah "kebaya" diyakini berasal dari kata serapan Arab kaba atau qaba yang berarti "pakaian", istilah ini mungkin berhubungan dengan kata Arab yang berarti jubah atau garmen longgar. Istilah tersebut kemudian diperkenalkan ke Nusantara melalui kata serapan dari bahasa Portugis cabaya.
Kebaya juga diadopsi oleh masyarakat umum, khususnya para petani wanita di Jawa. Hingga hari ini di desa-desa pertanian di Jawa, para petani wanita masih menggunakan kebaya sederhana, khususnya di kalangan wanita tua. Kebaya sehari-hari yang dikenakan oleh petani terbuat dari bahan sederhana dan dikancingkan dengan jarum sederhana atau peniti.